Baduy Lebak

Asal-Usul Baduy Lebak

Sebutan suku Baduy menurut cerita, berasal dari kata serapan bahasa Arab, BADUI, yakni sebutan dari penganut agama Islam kepada orang atau kelompok orang yang tidak mau mengikuti dan taat kepada ajaran agama Islam, atau golongan yang membangkang, tidak mau tunduk dan sulit di atur. Sehingga dari sebutan Badui inilah dikenal sebutan Suku Baduy.

Menurut kisah yang beredar di masyarakat Lebak, Banten, Indonesia, khususnya di wilayah Kecamatan Leuwidamar, suku Baduy berasal dari 3 tempat yang berbeda, dengan ciri-ciri yang khas dan berbeda antara satu dengan lainnya, misalnya cara berpakaian, penampilan serta sifatnyapun unik dan khas. Berikut ini pengelompokan asal-usul suku baduy menurut cerita rakyat setempat.

I. Berasal dari Kerajaan Pajajaran (Bogor)
Konon pada sekitar abad ke XI dan XII Kerajaan Pajajaran menguasai seluruh tanah Pasundan yakni dari Banten, Bogor, Priangan sampai ke wilayah Cirebon, pada waktu itu yang menjadi Raja adalah Prabu Bramaiya Maisatandraman dengan gelar Prabu Siliwangi.
Kemudian pada sekitar abad ke XV dengan masuklah ajaran Agama Islam yang dikembangkan oleh saudagar-saudagar dari Gujarat dan Saudi Arabia. Tokoh penyebar agama islam pada waktu itu disebut dengan istilah Wali Songo ( sembilan tokoh ), salah satunya adalah Sunan Gunung Jati dari Cirebon. Dari mulai Pantai Utara sampai ke selatan daerah Banten, sehingga kekuasaan Raja semakin terjepit dan rapuh dikarenakan rakyatnya banyak yang memasuki agama Islam. Akhirnya raja beserta senopati dan para ponggawa yang masih setia meninggalkan kerajaan masuk hutan belantara kearah selatan dan mengikuti Hulu sungai, mereka meninggalkan tempat asalnya dengan tekad seperti yang diucapkan pada pantun upacara Suku Baduy : “ Jauh teu puguh nu dijugjug, leumpang teu puguh nu diteang , malipir dina gawir, nyalindung dina gunung, mending keneh lara jeung wiring tibatan kudu ngayonan perang jeung paduduluran nu saturunan atawa jeung baraya nu masih keneh sa wangatua ”. Artinya : Jauh tidak menentu yang tuju, berjalan tanpa ada tujuan, berjalan ditepi tebing, berlindung dibalik gunung, lebih baik malu dan hina dari pada harus berperang dengan sanak saudara ataupun keluarga yang masih satu turunan “. Keturunan ini yang sekarang bertempat tinggal di kampong Cibeo ( Baduy Dalam ), dengan cirri-ciri : berbaju putih hasil jahitan tangan ( baju sangsang ), ikat kepala putih, memakai sarung biru tua ( tenunan sendiri ) sampai di atas lutut, dan sifat penampilannya jarang bicara ( seperlunya ) tapi ramah, patuh terhadap hukum adat, tidak mudah terpengaruh, berpendirian teguh tapi bijaksana.

II. Berasal dari Banten Girang/Serang
Senopati di Banten pada waktu itu adalah putra dari Prabu Siliwangi yang bernama Prabu Seda dengan gelar Prabu Pucuk Umun setelah Cirebon dan sekitarnya dikuasai oleh Sunan Gunung Jati, maka beliau mengutus putranya yang bernama Sultan Hasanudin bersama para prajuritnya untuk mengembangkan agama Islam di wilayah Banten dan sekitarnya. Prabu Pucuk Umun bersama para ponggawa dan prajurutnya meninggalkan tahta di Banten memasuki hutan belantara dan menyelusuri sungai Ciujung sampai ke Hulu sungai , maka tempat ini mereka sebut Lembur Singkur Mandala Singkah yang maksudnya tempat yang sunyi untuk meninggalkan perang dan akhirnya tempat ini disebut GOA / Panembahan Arca Domas yang sangat di keramatkan. Keturunan ini yang kemudian menetap di kampung Cikeusik ( Baduy Dalam ), wataknya keras, acuh, sulit untuk diajak bicara ( hanya seperlunya ), patuh terhadap hukum adat, tidak mudah menerima bantuan orang lain yang sifatnya pemberian, memakai baju putih ( blacu ) atau dari tenunan serat daun Pelah, ikat kepala putih memakai sarung tenun biru tua ( diatas lutut ).

III. Berasal dari Suku Pengawinan ( campuran )
Yang dimaksud suku Pengawinan adalah dari percampuran suku-suku yang pada waktu itu ada yang berasal dari daerah Sumedang, Priangan, Bogor, Cirebon juga dari Banten. Jadi kebanyakan mereka itu terdiri dari orang-orang yang melangggar adat sehingga oleh Prabu Siliwangi dan Prabu Pucuk Umun dibuang ke suatu daerah tertentu. Golongan inipun ikut terdesak oleh perkembangan agama Islam sehingga kabur terpencar ke beberapa daerah perkampungan tapi ada juga yang kabur ke hutan belantara, sehingga ada yang tinggal di Guradog kecamatan Maja, ada yang terus menetap di kampong Cisungsang kecamatan Bayah, serta ada yang menetap di kampung Sobang dan kampong Citujah kecamatan Muncang, maka ditempat-tempat tersebut di atas masih ada kesamaan ciri khas. Adapun sisanya sebagian lagi mereka terpencar menyusuri sungai Ciberang, Ciujung dan sungai Cisimeut yang masing-masing menuju ke hulu sungai, dan akhirnya golongan inilah yang menetap di 27 perkampungan di Baduy Panamping ( Baduy Luar ) desa Kanekes kecamatan Leuwidamar kabupaten Lebak dengan cirri-cirinya ; berpakaian serba hitam, ikat kepala batik biru tua, boleh bepergian dengan naik kendaraan, berladang berpindah-pindah, menjadi buruh tani, mudah diajak berbicara tapi masih tetap terpengaruh adanya hukum adat karena merekan masih harus patuh dan taat terhadap Hukum adat. Dari suku Baduy panamping pada tahun 1978 oleh pemerintah setempat diadakan proyek PKMT ( pemukiman kembali masyarakat terasing ) yang lokasinya di kampung Margaluyu dan Cipangembar desa Leuwidamar kecamatan Leuwidamar dan terus dikembangkan oleh pemerintah, proyek ini terletak di kampung Kopo I dan II, kampung Sukamulya dan kampung Sukatani desa Jalupangmulya kecamatan Leuwidamar. Suku Baduy panamping yang telah dimukimkan inilah yang disebut Baduy Muslim, dikarenakan golongan ini telah memeluk agama Islam, bahkan ada yang sudah melaksanakan rukun Islam yang ke 5 yaitu menunaikan ibadah Haji.

Kini sebutan bagi suku Baduy terdiri dari :
1. Suku Baduy Dalam yang artinya suku Baduy yang berdomisili di tiga Tangtu / Kepuunan ( kelompok ) yakni Cibeo, Cikeusik dan Cikertawana. Kelompok inilah yang disebut orang sebagai Suku Baduy Lebak.
2. Suku Baduy Panamping artinya suku Baduy yang bedomisili di luar Tangtu yang menempati di 27 kampung di desa Kanekes yang masih terikat oleh Hukum adat dibawah pimpinan Puun ( kepala adat ).
3. Suku Baduy Muslim yaitu suku Baduy yang telah dimukimkan dan telah mengikuti ajaran agama Islam dan prilakunya telah mulai mengikuti masyarakat luar serta sudah tidak mengikuti Hukum adat.